rss

News Publik

About Me

My Photo
mustafa
maros || makassar || jogja, Indonesia
Smart and Calm
View my complete profile

APA MASALAHNYA BBM NAIK ?

Bahan Bakar Minyak naik, rakyat menjerit. Mahasiswa turun ke jalan. Polisi memburu mahasiswa dan kampus. Pejabat desa dan bupati menolak intruksi Presiden. Tapi, aneh. Orang kaya di Indonesia semakin banyak. Orang miskin di Indonesia juga semakin banyak. Ada apa dengan naiknya BBM.

Indonesia, kini sudah tidak lagi menjadi pengekspor minyak. Tapi kini menjadi pengekspor sekaligus sebagai pengimpor BBM. Inilah yang menyebabkan ricuh didalam negeri tentang BBM. Mengapa ? karena APBN Indonesia yang tidak sebanding dengan kekayaan negerinya itu harus menyesuaikan dengan kenaikan harga BBM di dunia. Karena apabila BBM tidak dinaikan, berarti subsidi BBM dalam anggaran akan membengkak. Maka subsidi harus ditarik dengan menaikanharga BBM. Dan sebagai gantinya, maka masyarakat yang paling rentan dengan kebijakan ini akan diberikan BLT (Bantuan Langsung Tunai).
Sebuah pertanyaan yang menggiurkan untuk kita telusuri. Mengapa negeri kaya ini bisa seperti ini? Amien Rais mengatakan karena negeri ini salah urus. Benarkah itu? Melalui contoh kasus BBM ini mungkin bisa ditelusuri secara lebih mendalam.

1. “Kebodohan Pemerintah” yang terpilih.
Dalam sebuah negeri, belum tentu makmur meski hidup didalam surga. Tidak jauh-jauh, Indonesia adalah contohnya. Mungkin sebagian orang merasakan Indonesia sebagai surga, terutama oleh orang kaya yang bisa membeli harga BBM dengan harga murah. Termasuk harga BBM yang naik jadi Rp.6.500,- pun masih murah bagi mereka. Betapa tidak, apabila mereka pergi ke Singapura untuk belanja atau rekreasi, mereka membeli bensin Rp. 15.000,-. Artinya uang enam ribu lima ratus tidak lebih mahal dari lima beras ribu rupiah. Lebih murah dua kali lipat lebih.
Tapi, bagi orang miskin, Indonesia adalah sangkar emas. Sebagus bagusnya sangkar yang terbuat dari emas, orang miskin tetap hanya menjadi burung yang terkurung untuk menyenangkan pemiliknya. Ingatlah, mereka menjadi alat produksi yang murah yang dijual negara kepada kapitalis internasional. Mereka juga dididik menjadi orang lain, yakni menjadi orang yang harus tunduk kepada dunia yang tidak adil. Mereka dididik untuk menjadi pegawai, pekerja, pencari uang. Padahal dari sejak lahir mereka adalah hamba Tuhan yang tidak bisa dinilai dengan uang. Sungguh, orang miskin dan orang kaya dalam kondisi ini sama-sama hidup dalam sangkar emas. Burung yang berharga bagi pemiliknya.
Seorang Ibu pernah berkata kepada anaknya, “jika kamu punya uang, maka apapun bisa kamu beli” lalu Ibu berkata kembali “barang yang mahal pun bisa dibeli”. Apakah artinya itu terhadap kenaikan harga BBM? Artinya, yang paling penting itu bukan berapa harga BBM,murah atau mahalnya harga BBM, tapi yang paling penting itu adalah apakah BBM itu bisa dibeli atau tidak. Kalaupun BBM mahal, misalnya seharga tiga puluh ribu rupiah, kalau bisa dibeli oleh masyarakat maka itu tidak menjadi masalah. Tapi yang jadi masalah sekarang ialah meskipun harga BBM di Indonesia itu sudah lebih murah dibandingkan negara lain, tapi harga yang murah itu tidak bisa dibeli oleh masyarakat. Disinilah letak masalahnya.
Jadi mungkin kalau demonstran mau demo tentang kebijakan pemerintah, yang lebih cerdas itu bukan menolak kenaikan harga BBM. Tapi mengingatkan pemerintah bahwa mereka mempunyai kewajiban untuk menyebarkan harta kepada masyarakat. Sehingga berapa pun harganya, yang penting bisa dibeli. Dan tentu bukan hanya BBM, memangnya manusia hanya hidup dengan BBM.
Disinilah sebenarnya letak ”kebodohan pemerintah”. Mungkin pemerintah sedang lupa bahwa mereka mempunyai kewajiban untuk menyebarkan harta kepada seluruh rakyat sesuai dengan amanah UUD 45, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bukan hanya itu, pemerintah pun mungkin sedang lupa bahwa mereka punya kewajiban untuk memerintah dengan adil. (Dan kalau kita merujuk pada perkataannya Umar R.A masih ada satu kewajiban pemerintah, yaitu menegakan solat. Tapi pemerintah Indonesia berbeda dengan pemerintahan Umar R.A. Umar adalah sahabat nabi yang mengharapkan pertolongan Allah, sedangkan pemerintah Indonesia adalah kabinet sekuler yang mengharap pertolongan bantuan Asing.MUNGKIN).
Lihatlah bentuk kebodohan tersebut di Jakarta yang kini dipenuhi oleh berbagai patung. Ada Patung Sudirman, Gadjah Mada, Soekarno, Hatta dan patung-patung lainnya. Patung Sudirman harganya Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar). Harga patung lainnya empat belas miliar. Patung lainnya sekian miliar dan lainnya sekian miliar. Apakah ini artinya ? bukankah ini ”kebodohan” yang sesungguhnya karena sebenarnya rakyat miskin yang lapar itu tidak kenyang dengan melihat patung tersebut. Anak kelas satu SD pun tidak akan lebih ”bodoh” dari itu.
Bentuk ”kebodohan” lainya terlihat dari data statistik yang menunjukan bahwa angka orang kaya semakin banyak tapi di satu sisi angka orang miskin juga semakin banyak. Data Statistik tersebut terlihat dari fenomena pembanghunan di Indonesia. Di Jakarta, rawa-rawa dijadikan pusat pemukiman mewah dengan harga satu unit rumahnya seharga miliaran rupiah. Tapi imbasnya Jakarta menjadi semakin rentan banjir. Dan yang lebih rentan terhadap banjir ini adalah orang miskin atau orang yang sedikit berada di atas kemiskinan. Sedangkan orang miskin menderita karena banjir, orang kaya menikmati hunian mewah yang mampu mereka beli. Disini, fakta statistik yang mengatakan orang kaya semakin banyak dan orang miskin semakin banyak terbukti secara akurat. Begitu pula dengan fenomena pemancangan banyak menara pencakar langit apatemen mewah di kota-kota besar.
Contoh lainnya adalah tentang perbedaan antara nasib petani dengan nasib para bankir. Apabila para bankir yang bermasalah dengan bank yang mereka punya diberikan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dengan total bantuan puluhan bahkan ratusan triliun. Para petani untuk membeli lima liter bensin di SPBU dengan dirigen dipaksa diusir, tidak bisa membeli sekedar untuk mengisi traktor mereka. Bila para bankir bermasalah diuntungkan dengan kebijakan pemerintah yang meloloskan/memutihkan hutang mereka yang berjumlah triliunan rupiah. Maka para petani dirugikan dengan kebijakan pemerintah yang mereka pilih sendiri.
Disinilah, letak masalah yang sesungguhnya dari kenaikan harga BBM itu. Bukan mahalnya harga. Tapi apakah masyarakat bisa membelinya atau tidak. Seperti pula berharganya emas itu bukan karena emas tersebut. Tapi karena apa yang bisa diberikan emas tersebut. Emas tidak lebih berharga dari sebotol air segar bagi seorang pengembara yang tersesat di gurun pasir.
Maka yang harus diberlakukan adalah membagikan harta, meratakan kesejahteraan dan pembangunan, menciptakan keadilan sistem bagi seluruh lapisan masyarakat. Baik yang kaya maupun yang miskin. Miskin, tidak masalah andaikan semua kebutuhan pokok bisa didapatkan, yaitu pendidikan, pangan, sandang, dan papan, termasuk juga kesehatan.
Itulah makna ”kebodohan pemerintah” yang terpilih. ”Sebodoh” apapun itu, pemerintah itulah yang sudah terpilih. Tapi, mengapa pemerintah bisa menjadi ”bodoh” seperti itu. Mungkin rumit untuk menjelaskannya. Tapi mungkin, kata neo-imperialisme bisa menjadi pendekatan untuk menjelaskannya.

2. Neo Imperialisme
Mungkin orang miskin merasa menjadi korban atas kebijakan pemerintah mereka sendiri. Tapi pernahkah berfikir bahwa pemerintah tersebut pun merasa dirinya menjadi korban. Inilah maksud paling utama dari Neo-Imperialisme. Dan realitasnya sama, antara orang miskin dan pemerintah tersebut. Apabila orang miskin tidak sadar bahwa mereka adalah korban dari kebijakan pemerintah sehingga banyak LSM yang mencoba melakukan upaya penyadaran tersebut. Sebenarnya, pemerintah pun tidak sadar bahwa mereka adalah korban dari sesuatu yang disebut neo-imperialisme. Tapi masalahnya, siapakah yang akan menyadarkan pemerintah? Apakah pemerintah tidak akan tersinggung bila disadarkan orang yang diperintahnya. Terlebih oleh orang kecil yang lemah dan tidak mempunyai kekuasaan (termasuk senjata dan kekerasan).
Perhatikan, pemerintah mengatakan bahwa pilihan BBM naik adalah pilihan terakhir yang diambil setelah solusi yang bersifat domestik tidak bisa dilakukan. Artinya, pemerintah melakukan ini semua terpaksa, meskipun sebenarnya pemerintah tidak meinginkan kebijakan ini. Meskipun dahulu pemerintah pernah berjanji untuk tidak melakukan kenaikan kembali harga BBM, tapi hari ini, seolah pemerintah meminta pengertian dari masyarakat bahwa apa yang dilakukannya adalah terpaksa. Untuk hal itu SBY bahkan harus menjelaskannya melalui media masa.
Dalam kondisi tersebut, pemerintah telah dihegemoni oleh praktek neo-imperialisme negara maju kepada negara berkembang, yaitu Indonesia. Neo-imperialisme adalah sebentuk penjajahan yang baru dalam bentuknya tapi tetap sama dalam mekanismenya. Pada dasarnya, neo-imperialisme adalah kelanjutan dari penjajahan negara barat yang maju kepada negara dunia ketiga.
Apabila sebelum perang dunia ke dua yang membawa malu bagi dunia Eropa. Yakni karena mereka sebagai bangsa penjajah harus dijajah oleh bangsa Eropa lainnya, sehingga membuat antipati terhadap praktek penjajah dengan model kekerasan dan penguasaan kekuasaan politik di negeri jajahan. Maka setelah itu, berturut-turutlah penjajahan di dunia timur dilepaskan oleh negeri penjajah. Namun, pada dasarnya negara penjajah tidak mempunyai niat yang sungguh-sungguh untuk melepaskannya (lihat buku tentang kemiskinan di dunia ketiga). Mereka hanya mencari bentuk baru yang lebih halus dan lebih “beradab” untuk melakukan penjajahan, atau mereka haluskan dengan sebuah kata tipuan “civilization”
Apabila imperialisme sebelum perang dunia kedua di Indonesia dilaksanakan melalui pemerintahan Kolonial Belanda di Hindia Belanda yang berkuasa terhadap rakyat melalui penguasa lokal (seperti sultan, raja, bupati atau yang lainnya) yang tunduk pada mereka. Maka di dalam neo-imperialisme penjajahan negara penjajah itu dilakukan secara canggih melalui pemerintahan yang secara sah berkuasa di Indnesia. Negara penjajah kemudian membuat tunduk pemerintah tersebut secara terpaksa atau tidak terpaksa, sadar atau tidak sadar, untuk mengikuti keinginan mereka. Mereka (para negeri penjajah) itu melakukannya melalui tekanan UU atau regulasi internasional, baik yang berupa konvensi ataupun perjanjian.
Selain itu cara yang paling efektif untuk melakukan neo-imperialisme adalah dengan menciptakan sebuah pasar yang menguntungkan mereka. Pasar tersebut memaksa setiap negara untuk masuk ke dalamnya meskipun persaingan yang terjadi disana sangat bebas seperti layaknya aturan di dalam hutan rimba. Siapa yang kuat dia yang menang. Siapa yang buas dia menerkam yang jinak. Namun, aturan tersebut dibungkus secara rapi dan tersamar oleh berbagai teori ekonomi yang seolah-olah sangat hebat untuk menciptakan kesejahteraan di dunia. Salah satu teorinya mengatakan bahwa apabila pasar efektif, maka itu akan menciptakan sebuah keuntungan yang paling besar, akumulasi modal, sehingga akhirnya akan menciptakan kemakmuran di dunia karena produksi barang meningkat dan terus ditemukan sumber serta inovasi yang baru.
Namun teori tersebut lupa, bahwa manusia itu (bisa) lebih serakah daripada hewan yang paling serakah di dunia. Faktanya adalah bahwa beberapa perusahaan internasional (multi nasional corporation) memiliki aset dan keuntungan setiap tahun yang melebihi puluhan anggaran negara-negara miskin di dunia. Artinya, kekayaan satu orang, bisa menyaingi anggaran satu tahun sebuah negara. Artinya, walaupun produksi lebih banyak, kemakmuran semakin terwujud, tapi hanya dinikmati tidak lebih oleh dua puluh persen masyarakat dunia. Dan dari dua puluh persen itu, hanya beberapa persen dari angka 20 itu menguasai sebagian besar kepemilikan kekayaan.
Akhirnya, sampai pada sebuah pandangan bahwa apa yang terjadi dalam kenaikan BBM dan menjadi masalah adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem dunia saat ini yang menghegemoni dunia. Dan yang bisa dilakukan oleh orang kecil yang lemah dan tidak mempunyai kekuasaan (termasuk militer dan kekerasan) adalah dengan menulis dan menulis. Terlebih bagi seorang hamba Allah, semuanya kembali dengan pengaduan kepada raja semua raja, penguasa semua penguasa, Allah SWT. Ketika hanya menulis yang bisa dilakukan, apalagi yang harus dilakukan ?

Oleh Kikam Zam

Read More......

MEMAKNAI KEBANGKITAN NASIONAL

Kebangkitan Nasional yang diperingati oleh bangsa Indonesia setiap tanggal 20 Mei merupakan peringatan pada suatu peristiwa yang menandai kelahiran rasa kebangsaan Indonesia yang mampu mengantarkan kepada Indonesia Merdeka. 20 Mei 1908 adalah hari, dimana saat itu organisasi Boedi Oetomo (BO) didirikan oleh Mahasiswa Pribumi di pulau Jawa. Memang ketika 20 Mei 1908 BO didirikan, rasa kebangsaan itu belum mewujud dalam bentuknya seperti dewasa ini. Sebagian ahli sejarah menyebut BO pada kali pertama didirikannya memiliki identitas kebangsaan Jawa. Artinya BO hanya didirikan untuk suku Jawa dan budaya Jawa. Sehingga ada diantaranya yang tidak setuju apabila 20 Mei 1908 diperingati sebagai hari kebangkitan nasional.
Lepas dari perdebatan tersebut, kita bisa menyebutkan bahwa peristiwa 20 Mei 1908 sudah menjadi sebuah sejarah warisan yang berharga, tidak sekedar sejarah empirik semata. Sejarah Warisan adalah sebuah peristiwa yang ditulis, disebarkan untuk selalu diingat dan dijadikan sebagai sebuah kebanggan, rasa pengikat, atau lainnya. Contoh lain dari sejarah warisan itu adalah sejarah para pahlawan sebelum era modern Indonesia (sebelum tahun 1900). Sedangkan sejarah empirik, adalah sejarah yang memang ditulis sebagaimana adanya, sesuai apa yang ditemukan melalui metodologi atau penelitian sejarah sebagai sebuah ilmu.
Berikut adalah sebuah petikan perdebatan antara Sutan Takdir Alisyahbana dan Sanusi Pane dalam buku Polemik Kebudayaan yang diterbitkan Perpustakaan Perguruan Kementrian PP dan K Djakarta, 1954 (seperti yang dikutip dalam Koran Kompas edisi 20 Mei 2008)
Sanusi Pane Mengatakan ”Tuan STA menyebut bahwa dalam zaman Madjopohit, Diponegoro, Teungku Umar, belum ada ke-Indonesian. Pikiran ini kurang benarnya pada pendapatan kami. Ke-Indonesian pada waktu itu pun sudah ada, ke-Indonesian dalam adat, dalam seni. Hanya Natie Indonesia belum timbul, orang Indonesia belum sadar bahwa mereka sebangsa.
Dari petikan tersebut, dapatlah kita perhatikan bersama bagaimana sebuah sejarah menjadi satu peristiwa yang dihubung-hubungkan dengan kondisi hari ini. Persis seperti misalnya saat menentukan hari kelahiran sebuah kota. Tasikmalaya misalnya, kota di sebelah tenggara Jawa Barat ini memilih hari kelahiran sebuah pemukiman (kerajaan kecil) di kaki gunung Galunggung pada sebelas abad sebelumnya sebagai tonggak kelahiran Tasikmalaya.

Padahal, apabila kita pikirkan bersama, apakah ada kaitannya antara peristiwa tersebut dengan kelahiran daerah administrati tingkat 2 Tasikmalaya. Jawabannya tidak. Tapi sejarah itu sudah menjadi sejarah warisan yang harus dijaga dan dijadikan kebanggaan bersama. Itulah alasannya, bukan semata karena hubungan kausalitas atau kebenarannya.
Lantas, pertanyaannya adalah mengapa kelahiran BO itu menjadi peristiwa yang dipilih menjadi sejarah warisan oleh Indonesia ? Dengan sangat indah pertanyaan itu dijawab oleh Akira Nakuzumi (lihat Kompas 20 Mei 2008) dalam bukunya. Bahwa ada dua hal terpenting dari peristiwa tersebut, (1) terbebasnya dari prasangka keagamaan (2) terbebasnya dari kebekuan tradisionalisme.
Apapun itu, kelahiran BO pada dasarnya telah menjadi tonggak awal berkembangnya paham nasionalisme di Hindia Timur yang nantinya akan menjadi Indonesia. Meskipun awalnya BO memiliki pandangan nasionalisme Jawa, namun organisasi modern yang mengikuti pola barat yang lahir pada tahun-tahun berikutnya semakin mengembangkan cakupan nasionalismenya hingga melingkupi seluruh wilayah yang dahulunya pernah dijajah oleh Belanda, atau tepatnya yang termasuk wilayah administrasi Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda.
Memang beragam orang memaknai nasionalisme sebagai sebuah paham atau sebagai sebuah istilah atau kata. Hatta menuliskan bahwa nasionalisme (Indonesia) inilah yang akan membawa kepada Indonesia merdeka. Dan masih menurut Hatta, merdeka itu adalah melepaskan diri dari penjajahan dan mampu memerintah diri sendiri.
Nah, dalam tulisan ini secara aklamasi disepakati bahwa nasionalisme itu (yang dimaknai sebagai sebuah paham, istilah, atau kata yang berbeda oleh banyak pihak) telah membawa kepada Indonesia merdeka. Tapi dalam tulisan ini masih diperdebatkan benarkah Indonesia merdeka mampu memerintah dirinya sendiri ?
Maka itulah, memaknai kebangkitan nasional hari ini, adalah pemaknaan tentang sudahkan Indonesia memerintah dirinya sendiri. Dengan apa dan bagaimana Indonesia memerintah dirinya sendiri. Pemaknaan kebangkitan nasional seperti ini lebih realistis, evaluatif, dan visioner daripada sekedar memaknai dalam tataran emosional sebagai sebuah sejarah warisan yang berharga.

MEMAKNAI KEBANGKITAN NASIONAL
Nasioanalisme berasal dari akar kata nations, yang dalam bahasa latin nasci yang bermakna dilahirkan. Sedangkan secara istilah nasionalisme adalah sebuah fenomena yang kompleks yang terbentuk dari faktor-faktor yang bersifat budaya, politik dan psikologi. Faktor yang bersifat budaya adalah masyarakat yang merasa menjadi satu karena kesamaan bahasa, agama, sejarah dan tradisi walaupun sebuah negara menunjukan adanya perbedaan tingkat budaya yang heterogen. Secara politik adalah sekelompok masyarakat yang termasuk dalam sebuah komunitas politik. Secara psikologi adalah sekelompok masyarakat yang memberikan loyalitas atau cinta kepada rasa patriotism (cinta tanah air). Nasionalism muncul karena setiap nation memiliki jalannya yang berbeda.
Kemunculan nasionalism sebagai identitas (identitas dalam bahasa latin artinya topeng) disusun berdasarkan atas serialitas berjilid dan tak berjilid. Serialitas tak berjilid berasal dari pasar percetakan. Sedangkan serialitas berjilid dari sensus yang dilakukan oleh pemerintah. Selain itu nasionalism dibentuk pula oleh adanya patung, tugu atau replika-replika yang membangkitkan perasaan kemanusiaan. Terakhir nasionalisme itu bisa muncul dengan cara apapun, baik itu karena pendidikan, perlawanan atau apapun itu. Beberapa catatan lain mengatakan identitas bersama tersebut terbentuk karena faktor primordial (ikatan kekrabatan), sakral (agama atau ajaran tertentu), ketokohan nasional, dan sejarah dan disebutkan pula bhineka tunggal ika dalam konteks Indonesia.
Nasionalism merupakan sebuah realitas yang hadir secara tiba-tiba pada abad ke 17 masehi di Inggris sebagai sebuah tantangan terhadap tradisi kekuasaan gereja dan negara dari Revolusi Inggris atas nama kemerdekaan manusia. Setelah sebelumnya selama 20 abad paham nasionalism terkubur. Awalnya, nasionalism adalah ajaran yang diperkenalkan oleh orang yahudi kuno (sekitar abad ke 3 sebelum masehi) dan diterima bulat bulat oleh orang Yunani kuno.
Terdapat tiga corak nasionalisme modern yang berasal dari Yahudi,pertama adanya sebuah keyakinan bahwa mereka adalah bangsa terpilih yang lebih unggul daripada bangsa lainnya (karena ditakdirkan oleh tuhan). Kedua, ada sebuah keyakinan agama (sebuah perjanjian) bahwa mereka memiliki peran khusus untuk mengatur dunia. Ketiga, mereka memiliki harapan tentang mesianisme. Ketiga hal tersebut menjadi tiga pokok yang kembali dihidupkan di Inggris pada abad ke 17.
Dalam Abad kontemporer ini, nasionalisme memang telah mengalami perkembangan makna yang begitu luas. Berbeda dengan asal mula kelahirannya di dalam tradisi Yahudi, juga berbeda pula dalam perkembangannya di dalam sejarah Eropa. Misalkan Hasan Albana mengartikan Nasionalism sebagai sebuah nasionalism kerinduan (kerinduan dan keberpihakan terhadap tanah airnya), nasionalisme kehormatan dan kebebasan (keharusan berjuang membebaskan tanah air dari imperialisme), nasionalisme kemasyarakatan (memperkuat ikatan kekeluargaan antar masyarakat), dan nasionalism pembebasan (membebaskan negeri-negeri lain).
Begitu pula Hatta, dia memilih dan mendukung ide nasionalisme ( ketika dia menjadi mahasiswa di Belanda dan menjadi pengurus di Perhimpunan Indonesia) menyatakannya sebagai sesuatu yang itu bukan Islam atau Komunis. Maka dalam tulisan ini tidak akan kembali memperdebatkan tentang mana makna nasionalism yang paling shahih untuk Indonesia saat ini. Tapi dalam tulisan ini jawaban terhadap pertanyaan mengapa BO yang dipilih menjadi sejarah warisan tentang kebangkitan nasional Indonesia? Menjadi inti dari pemaknaan terhadap kebangkitan nasional, yaitu pemaknaan tentang kemampuan untuk memerintah diri sendiri.
Sebelum lebih lanjut, perlulah menggelitik pikiran untuk kritis “apa yang menjadi parameter bahwa Indonesia sudah mampu memerintah dirinya sendiri?” Apabila SBY dalam pidato kenegarannya tentang Hari Kebangkitan Nasional hari ini berkata bahwa perjalanan bangsa ini telah berada pada arah yang benar. Maka dia merujuk pada tiga kriteria yang dia jelaskan berikutnya. Yakni menyangkut kemandirian, daya saing, dan peradaban bangsa. Artinya SBY yakin bahwa Indonesia telah mampu memerintah dirinya sendiri dan mengurusi urusannya sendiri.
Tapi, tidak berarti semua pernyataan Presiden itu benar, atau minimalnya tepat. Coba perhatikan bagaimana bangsa Indonesia menuliskan sejarahnya. Setelah Indonesia merdeka , Indonesia dihadapkan pada perjanjian linggar jati dan diakhiri dengan perjanjian Konfrensi Meja Bundar (KMB) yang cukup mengenaskan. KMB telah menyepakati bahwa Belanda menyerahkan kedaulatan pada bangsa Indonesia (artinya Indonesia tidak merebutnya ?) dan hutang Belanda ditanggung Indonesia. Saat itu, meskipun panglima Sudirman menyatakan ketidaksetujuannya dengan berbagai perjanjian tersebut dengan kepercayaan diri bahwa bangsa Indonesia mampu memenangkan peperangan revolusi. Tapi, para elit sipil memutuskan untuk melakukan perundingan. Dari awal sejarah inilah layak untuk direnungkan, dimana letak kemampuan Indonesia untuk memerintah dirinya sendiri ?
Mungkin peristiwa revolusi tersebut tidak gampang dipahami dalam konteks memahami kemampuan Indonesia memerintah dirinya sendiri. Tapi lihatlah, antara tahun 1950 sampai tahun 1959, Indonesia berada pada masa yang genting yang menentukan apakah Indonesia mampu memerintah dirinya sendiri atau tidak. Tahun-tahun itu, pemerintahan Indonesia mengalami kekacauan yang sangat karena politik liberal yang dipakainya. Wajar, politik seperti itu adalah politik yang dimiliki oleh para penjajah dan bukan oleh selainnya.
Sama halnya ketika orde lama, ditandai dengan dekrit presiden, orde lama memerintah dengan doktrin soekarno seperti Nasakom dan Usdek. Tidak jauh berbeda terjadi juga pada masa orde baru. Malah, untuk memerintah dirinya, Indonesia mendatangkan Rostow dan segala pemikiran modernisme lainnya. Seolah Indonesia tidak mempunyai sesuatu pun untuk memerintah dirinya sendiri. Mungkin ada, yakni saat itu Soeharto membuat buku yang berisi nasihatnya pada anak-anaknya yang berisi ajaran Jawa tentang kehidupan. Ada juga yang lainnya, yakni penatara P4 yang berisi ajaran Jawa tentang harmonis.
Hari ini, sama saja dengan hari-hari sebelumnya. IMF dan World Bank menjadi penguasa di balik layar yang memerintah Indonesia dengan pinjaman. Dalam renungan semacam inilah kebangkitan nasional dimaknai. Ada satu PR besar bangsa ini yang harus dilakukan untuk menyempurnakan dirinya. Yakni mampu memerintah dirinya sendiri dalam arti yang sesungguhnya.
Mungkin, sebagian akan berkata bahwa Indonesia sudah mampu untuk memerintah dirinya sendiri. Tapi pertanyaannya, mengapa setelah 63 tahun Indonesia merdeka angka kemiskinan, sumber daya manusia, serta kelestarian alam tidak menjadi lebih baik ? padahal apa lagi yang kurang dari karunia yang Allah berikan di Indonesia ini.
Bisa jadi, itu semua terjadi karena Indonesia salah memilih sejarah warisan untuk hari kebangkitan nasionalnya. Hari ini masih layak untuk bertanya dan berandai-andai. Andaikan PKI waktu itu berhasil menguasai Indonesia, apakah hari kebangkitan nasional itu akan jatuh pada hari kelahiran PKI di Indonesia pada tahun 1914? Dan apakah bila itu terjadi Indonesi menjadi lebih baik ?
Atau bila Masyumi dan NU saat itu berhasil memimpin Indonesia melalui sidang Dewan , apakah hari kebangkitan nasional itu akan jatuh pada hari kelahiran SDI pada tahun 1905 ? Dan apakah bila itu terjadi Indonesia akan menjadi lebih baik dibandingkan hari ini ?
Mungkin, Indonesia hari ini memilih hari kelahiran BO sebagai hari kebangkitan nasional karena dua presiden (Soekarno dan Soeharto) yang memerintah selama lebih 50 tahun adalah orang jawa. Andai Hatta yang orang Sebrang (Sumatra) menjadi Presiden Indonesia, masihkah hari kebangkitan nasional itu tanggal 20 Mei ?

Oleh Kikam Zam

Read More......

Saatnya rakyat bicara soal kemiskinan

Rakyat akan berbicara bukan dengan data, tapi dengan rasa. Pernah, dan saya sengaja berusaha untuk merasakannya. Apa dan bagaimana memaknai kemiskinan hanya dengan data dan memaknai kemiskinan dengan data dan hati nurani.
Sebagai mahasiswa yang nantinya akan mendapat gelar sarjana ilmu politik saya memahami dan mengetahui berbagai data tentang serta teori tentang kemiskinan. Baik teori dari barat maupun dari timur. Baik teori yang bersifat sekuler maupun yang bersifat agamis. Saya ketahui karena itu memang keseharian saya dalam proses kuliah. Tapi saya rasa tidak cukup memahami realitas hanya dengan akal atau logika saja. Maka saya mencoba memahami realitas dengan institusi, hati dan perasaan. Sederhana, saya hanya mencoba merasakan lapar dan lelah ketika perut tidak terisi makanan secara rutin dan ketika saya makan, saya memilih makanan yang paling sederhana.
Beda, akal yang berfikir tanpa rasa adalah kering. Akal yang mencari kebijakan tanpa hati nurani adalah zombi. Mereka tak bisa merasakan bagaimana bahagianya ketika lapar dan letih hadir seseorang yang menawarkan makanan. Ada yang membuat kita malu menerimanya, maka kita segan menerimanya. Ada yang membuat kita senang kita menerimanya, maka kita bersyukur dan berterimakasih kepadanya.

Saya tahu, akal memang tidak bisa membuat kemiskinan itu berhenti. Ketika pemerintah ingin menghentikan hubungan dengan IMF atau Bangk Dunia karena dianggap lebih banyak membawa masalah daripada solusi (dengan konsep neolib yang mereka tawarkan). Untuk memutuskan itu, pemerintah perlu keberanian. Dan saya kira mustahil ada keberanian untuk itu, kalau mereka tidak pernah merasakan bagaimana kemiskinan itu. Bagaimana kemiskinan itu kemudian membekas dalam hati nurani mereka. Membuat mereka enggan untuk hidup nikmat. Siapa kiranya yang mau menjadi pemimpin seperti ini ???
Tulisan ini tidak ingin membahas kemiskinan dari segi data-data dan teori. Terlalu banyak tulisan yang telah memuat semua itu. Bukan pula untuk mengangkat emosi sehingga orang bergerak karena merasa belas kasih tapi kemudian risih melihat kemiskinan. Tapi cobalah melihat kemiskinan itu menjadi masalah kita sendiri. Kita adalah orang miskin, kita adalah orang miskin. Maka yang kita lakukan adalah bergerak untuk kemiskinan seperti kita bergerak untuk kita sendiri.

Kita tahu, kemiskinan itu tidak hadir karena mereka yang miskin malas. Tapi kita akan tahu, betapa frustasinya hidup ketika sistem hidup ini membuat kita terpinggirkan. Ketika sistem tidak memberikan peluang, kesempatan dan harapan untuk memberi kita sekedar celah bergerak.
Memang, banyak diantara orang miskin yang hidup di jalanan dan pinggiran sungai merasa nyaman dengan apa yang mereka lalui hari ini. Tapi sadarilah, mereka memilih itu karena mereka mendapatkan kenyamanan dan keteraturan dunia disana ketika dunia semrawut dan saling menerkam. Yaitu ketika dunia membuat mereka harus menjadi srigala atau domba. Mereka tak ingin keduanya, maka mereka memilih keluar dari dunia itu. Hidup dalam dunia mereka sendiri.
Banyak juga yang miskin karena mereka hanya bisa mendapatkan itu dengan kapasitas mereka. Kapasitas mereka hanya cukup untuk membuat mereka miskin. Mereka memang bukan hanya miskin secara harta, tapi miskin motivasi dan kecerdasan. Tapi pernahkah berfikir mengapa mereka seperti itu? Orang menjawab mereka harus sekolah untuk keluar. Sekali lagi, sekolah formal bukan solusi pasti. Cobalah berfikir sebagai orang miskin. Dan berbuatlah untuk mereka. Tentu akan lebih sulit membantu mereka daripada membantu diri sendiri yang sudah mapan. Bagaimana semua ini harus diungkapkan, saya bahkan frustasi untuk menulisnya!
Maka, saya tidak bisa berfikir. Bagaimana pemimpin-pemimpin saya bisa bertubuh gemuk dan subur padahal mereka memikirkan semua ini. Apa yang terjadi dengan dunia ini. Apakah saya yang salah ataukah mereka (para pemimpin) itu yang sudah tidak punya hati nurani. Betapa dunia ini membuat frustasi, apalagi untuk orang-orang yang orang-orang mengatakan mereka orang miskin. Bagaimana mereka melihat dunia ini. Pernahkah semua itu terlintas, ya hanya terlintas sebelum menetap dan menjadi bagian dari diri kita. Cobalah merasakannya.
Kini cobalah dengar tangis itu, dengar hingga gemuruhnya di hati. Kini usaplah deraian air mata, sentuh dinginnya hingga dirasa di hati. Pegang kedua pipinya dengan kedua tangan, redam gemetar gerahamnya, simpan di hati hingga menghancurkannya.
Tak cukup itu ! tatap matanya yang berkaca. Lihat semua gambar yang ada disana. Biarkan mata terus menatapnya hingga buta. Karena setelah itu. Mata tak pernah melihatnya lagi.
Ini hanya sepenggal tulisan. Takkan pernah berarti tanpa usaha. Itulah frustasinya menjadi mahasiswa, baru bisa menulis. Mengapa ? dunia mahasiswa memaksa saya untuk seperti ini. Dan ketahuilah. Orang miskin pun akan berkata. Kami baru bisa miskin. Mengapa ? karena seluruh duni memaksa kami menjadi miskin !

oleh : kikam Zam


Read More......

PENGUASA IMAGINER

Perjalanan mahasiswa dalam dunia gerakan pemikiran

CATATAN PERKENALAN
Bergerak adalah karakter dari sebuah kehidupan. Yang tidak bergerak adalah mati. Manusia pada hakekarnya terus bergerak. Apapun dan siapapun dia terus bergerak. Ada satu, dua atau lebih dari tiga yang dia tuju. Ada satu, dua, atau lebih dari tiga yang dia cari. Apapun dan dimanapun itu, manusia selalu bergerak.
Manusia tidak seperti air, yang berhenti bergerak setelah tiba di samudra luas. Meskipun harus kita akui, samudra tidak pernah sepi dari arus. Maka sebenarnya semuanya bergerak. Itulah karakter dunia ini, tidak semata kehidupan yang kita identikan secara sempit dengan “makhluk hidup”. Karena ternyata, air dan seluruh lingkungan ini adalah kehidupan.
Maka, siapapun ia, yang berhenti bergerak berarti berhenti untuk memaknai kehidupan. Yakni pergi dari aturan kehidupan ini dan menyerahkan diri untuk didepak dalam kerasnya perjuangan kehidupan. Maka, itulah kehidupan. Berhenti bergerak adalah kematian.

Tapi saya berfikir, apa yang bisa saya maknai dengan lawan kata bergerak, yaitu diam. Bilamana bergerak itu kehidupan, maka apakah diam itu kematian. Saya mencari makna kata diam, ternyata memang diam itu kematian. Tapi saya terus mencari, memasukan makna baru sehingga tidak ada satu istilahpun yang dimaknai kematian selain kata kematian itu sendiri. Saya terus mencari dan saya menemukannya.
Diam itu berfikir. Inilah makna yang saya dapatkan sehingga diam tidak menjadi kematian. Diam itu berfikir, memberikan arti yang membangun manusia untuk terus memaknai seluruh kata sebagai sebuah kehidupan. Hingga hanya satu kata yang dimaknai kematian, yaitu kata kematian itu sendiri. Saya menyerah untuk mencari makna lain dari kata kematian selain kematian. Kematian adalah sesuatu yang pasti, maka itulah biarlah satu kata itu mewakili satu kejadian yang pasti dan tidak bisa ditolak. Tapi selain itu, apa yang bisa manusia lakukan, tidak sekalipun sebagai sebuah kematian. Diam pun menjadi berfikir, tidak kematian.
Maka, lahirlah diri saya menjadi seorang yang bergerak dalam aktifitas berfikir. Bolehlah saya menyebut itu sebagai aktifis pemikiran, yaitu orang yang melakukan aktifitas, bergerak dalam bidang pemikiran. Satu aktifitas yang menyangkut apa yang ada di dalam otak manusia dan sangat terkait dengan apa yang ada di dalam dada (hati nurani) dan perut (hawa nafsu dan amarah) manusia.
Begitu pula orang lain sering menyebut saya sebagai aktifis pergerakan pemikiran. Pergerakan pemikiran adalah satu nama yang diberikan kepada sebuah aktifitas sistematis yang diperjuangkan oleh para pejuangnya tentang sebuah cita-cita dengan pemikiran sebagai basis gerakan mereka. Pergerakan ini menganggap ilmu dan pikiran manusia merupakan masalah utama yang harus diperjuangkan untuk mencapai kebenaran. Yakni tidak keliru, tidak tertipu atau terkelabui. Tapi bagaimana menjadikan ilmu dan pikiran manusia menjadi benar dan lurus sesuai dengan nilai-nilai kebenaran yang diperjuangkan. Dari itulah peradaban dan kedamaian dunia yang paling baik akan hadir.
Pergerakan pemikiran, menjadi kontras dengan pergerakan lainnya. Dikatakan pergerakan selain pergerakan pemikiran itu adalah pergerakan masa, yaitu yang mengandalkan mobilisasi masa untuk satu tujuan tertentu. Ada lagi yang mirip dengan itu, yaitu gerakan politik. Yaitu yang menjadi target perebutan kursi kursi politik sebagai sebuah cara paling efektif bagi perjuangan. Lalu berturut turut lah pergerakan lainnya, semua itu diantaranya ekonomi, budaya, dan lainnya.
Tapi, pergerakan pemikiran merasa bahwa semua pergerakan selain pemikiran tidak akan pernah menjadi hakiki tanpa pergerakan pemikiran. Karena pemikiranlah yang menjadi ruh dari semua gerakan lainnya. Sebuah gerakan, yang telah kehilangan ruh, kalaupun dia berhasil maka hanya akan menjadi zombi yang pada hakikatnya menimbulkan kerusakan yang baru. Dan hanya dengan pergerakan pemikiranlah, semua gerakan lainnya akan bisa bersatu padu menjadi sebuah gerakan peradaban. Hingga, pergerakan pemikiran adalah satu hal yang sangat penting.
Karena gerakan pemikiran itu sangat penting, seharusnya menjadi sorotan bersama untuk diperjuangkan. Namun realitas harus berkata lain. Memang apapun yang terjadi, dianggap atau tidak dianggap, diakui atau tidak diakui, gerakan pemikiran akan tetap penting meskipun banyak orang yang tidak memerhatikannya. Wajar, bukan karena tidak sadar, tapi sebagian menyadari bahwa itu satu pergerakan yang berat. Pergerakan pemikiran membawa langkah untuk terus bergerak.
Saya adalah mahasiswa, belum sarjana memang. Saya mulai sadar arti penting gerakan pemikiran setelah saya melewati banyak pengalaman yang selalu hampa. Saya bergerak di masyarakat. Saya bergerak di mahasiswa. Saya bergerak di pelajar. Semuanya hampa tanpa pemikiran. Maka, ketika banyak gerakan hampa karena kehilangan pemikiran. Gerakan pemikiran menjadi gerakan untuk menjawab semua kegelisahan dari seluruh kehampaan.
Tapi saya sadar dan benar-benar merasakannya. Gerakan pemikiran ini membuat saya terpinggirkan. Gerakan pemikiran bukan saja tidak populer, tapi sering tidak disukai oleh mahasiswa yang seharusnya berfikir. Mahasiswa adalah pemuda yang selalu berkobar-kobar seperti api. Api itu bersuap-suap dan berjilat-jilat terkena angin. Maka api itu memang panas tapi akan menjadi sangat panas dan kemudian stelah itu mati. Maka itulah yang disukai oleh mahasiswa yang masih pemuda seperti api. Tidak memberi kehidupan, tapi diberi kehidupan oleh angin. Tidak membawa kontinuitas, tapi mengobarkan detik-detik tersisa diantara transisi kehidupan.
Suatu hari, saya harus pergi ke perpustakaan untuk meneliti beberapa buku tentang kapitalisme dan tatanan dunia modern. Sementara yang lain , teman-teman mengajak saya untuk pergi aksi mengusung tema pemboikotan produk-produk negara kapitalis Amerika. Saya tidak bisa bersama mereka, saya harus menyendiri di perpustakaan diantara sebagian besar mahasiswa lainnya yang datang ke perpustakaan untuk sekedar memenuhi kesempurnaan tugas yang diberikan dosen-dosen mereka di kelas.
Ketika saya di perpustakaan dan teman-teman mayoritas aksi di jalanan, kondisinya sungguh sangat berbeda. Saya berusaha memahami bagaimana kapitalisme itu bergerak dan dimana letak kekuatan utamanya dalam kehidupan. Tapi mahasiswa yang turun ke jalan, sudah merasa lelah ketika aksi di jalanan mereka selesai. Mereka akan tidur di kamar-kamar mereka dan menunjukan cerita pada diri mereka sendiri tentang pengorbanan mereka bersama teman-teman lainnya yang telah bersatu padu menunjukan kekuatan sebagai sebuah gerakan. Sungguh dalam dunia pergerakan pemikiran, keheningan adalah perasaan syahdu seperti halnya keramaian dan hingar bingar dalam dunia pergerakan masa.
Bukan hanya itu sebenarnya, tapi masih terkait dengan itu. Ketika banyak sekali masa yang berbondong-bondong dalam aksi, diri bertanya. Akankah dalam dunia mahasiswa yang disebut calon intelektual, mahasiswa akan serta merta berbondong-bondong pula dalam gerakan pemikiran. Huh... tapi itu mimpi di siang bolong. Siapa yang tidak ingin terkenal sebagai orang yang dikenal? Siapa yang tidak ingin merasa hebat dan jadi martir yang hebat? Siapa yang tidak ingin mengekspresikan eksistensi diantara hiruk pikuk pengeksistensian ekspresi diri? Semuanya diinginkan, apalagi untuk masa muda yang sangat api. Tapi dalam gerakan pemikiran, semua itu sulit didapatkan kecuali dengan pengorbanan dan usaha yang keras panjang. Maka tidak usah berharap banyak orang hadir membersamai dalam gerakan pemikiran.
Dan betapakah gerakan pemikiran mengantar seseorang dalam dunia yang terpencil. Karena mainstream sekitarnya sering menganggap pergerakan pemikiran sebagai wilayah yang tidak strategis. Maka, tidak berdasar pertimbangan yang masak sebuah kebijakan kecuali atas pandangan yang didasari kekuasaan. Tahukan mengapa? Karena kekuasaan, pergi dari dunia pergerakan pemikiran. Atau mungkin lebih tepatnya sebaliknya. Pergerakan pemikiran pergi dari dunia kekuasaan. Dunia itu sudah demikian semrawutnya, mustahil orang menginginkan dirinya memegang tampuk kekuasaan yang harusnya bertanggung jawab terhadap kondisi itu.
Sebenarnya pergerakan pemikiran pun memasuki dunia kekuasaan. Tetapi ekspresinya berbeda. Pergerakan pemikiran harus menulis buku untuk menguasai setiap pemikiran orang. Harus berdiskusi dan menulis surat untuk menguasai setiap penguasa yang memegang kekuasaan. Pergerakan pemikiran adalah kerja panjang yang melelahkan. Yang membawa beban pikir tentang bagaimana membawa pemikiran orang untuk bergerak berdasarkan pemikirannya terhadap apa yang diperjuangkannya. Ketika itu terjadi, gerakan pemikiran sudah menjadi pengusa. Dan orang yang bergerak di pergerakan pemikiran, menjadi ”penguasa” tanpa menjadi penguasa. Ia adalah penguasa yang ada dalam bayangan, penguasa imaginer.
Maka seorang yang masuk dalam dunia pergerakan pemikiran. Bertahanlah dengan pilihan itu. Itulah satu-satunya jawaban rasional ketika memilih pergerakan pemikiran sebagai pilihan sadar terhadap sebuah perjuangan. Bertahan dengan pilihan.

Oleh kikam zam

Read More......

SEJARAH YANG TERPUTUS*

untuk 10 tahun reformasi dan 100 tahun kebangkitan nasional

10 Tahun Reformasi, 100 tahun Kebangkitan Nasional. Mengapa negeri ini tetap seperti ini. Menjadi ayam yang mati di lumbung padi. Dan menjadi budak di tanah sendiri. Ada yang salah di negeri ini. Korupsi, Mafia peradilan, dan Ketidakberpihakan negara terhadap masyarakatnya. Tapi tidak sekedar itu. Tulisan ini mencoba menjawab secara lebih mengakar. Masalah itu disebut dengan “SEJARAH YANG TERPUTUS”.

Kurang lebih 61 tahun Negara ini sudah merdeka , namun nampaknya selama itu pula Indonesia belum memperlihatkan dirinya seperti apa yang dicita-citakan oleh para pendirinya? Bila bertanya kapan Indonesia mengalami masa keemasan selama 61 tahun ini? Pasti tidak semua sepakat bila itu terjadi saat pemerintahan Orde Lama. Karena meski Indonesia muncul dikancah internasional dengan KAA, GANEFO dan proyek mercusuar lainnya. Tapi selama itu pula Indonesia dililit oleh inflasi hingga mencapai 650% dan otomatis membuat harga barang-barang semakin naik dan akhirnya hanya membuat masyarakat sengsara.
Ada yang berpendapat bahwa zaman keemasaan Indonesia itu saat pemerintahan Orde Baru. Maka tentu banyak yang tidak setuju. Walau harga barang-barang murah tapi itu semua ibarat bom waktu. Laju inflasi Indonesia ditahan oleh hutang luar negeri Indonesia yang semakin hari semakin besar. Hingga akhirnya membawa kepada krisis ekonomi yang berkepanjangan dan ketidak mandirian ekonomi bangsa.
Saat orde baru pemerintah telah menetapkan kebijakan pembangunan yang sangat merugikan wilayah desa. Padahal myoritas penduduk Indonesia tinggal di wilayah desa. Akibatnya, ramai-ramai penduduk desa berurbanisasi ke kota hingga menimbulkan berbagai masalah sosial lainnya.
Saat ini, pasca 10 tahun reformasi, belum bisa disebut sebagai saat keemasan bangsa Indonesia. KKN masih merajalela dimana-mana sama persis dengan pengangguran dan masalah sosial lainnya seperti premanisme, seks bebas dan pemukiman kumuh serta banyaknlainnya. Gejala sekularisme yang mulai merajalela baik di dunia maya (Tv) ataupun di lingkungan masyarakat dan sudah jelas dalam pemerintahan. Seharusnya, sekularisme dibenci oleh Indonesia. Mengapa? Karena penjajahan yang melanda dunia, termasuk Indonesia, diawali oleh penyimpangan dan pemisahan agama dengan proses-proses kenegaraan atau masalah kemasyarakatan dalam negara para penjajah..


Semua itu akhirnya memunculkan sebuah pertanyaan besar dalam benak manusia-manusia Indonesia. Apakah sejarah Indonesia menjawab keinginan Indonesia untuk bisa menjadi gemilang? Namun sejarah Indonesia mengalami keterputusan. Terdapat sebuah mata rantai yang terputus yang karena hal tersebut sampai kapanpun bangsa ini takkan mencapai zaman keemasannya kecuali dengan cara mengubah karakter dan identitas dasar Indonesia dalam kurun waktu ratusan tahun.
Bila dicermati, salah satu indikasi mengapa Indonesia ini harus merdeka, sejarah menjelaskan bahwa siapapun yang kini disebut pahlawan kemerdekaan hampir seluruhnya berjuang dengan pekikan takbir (Allahu Akbar) bukan hanya merdeka merdeka. Perang 10 november di Surabaya, para pejuang tidak hanya meneriakan kata merdeka tapi kata Allahu Akbar. Artinya, ada korelasi yang sangat kuat antara kemerdekaan dengan keagungan kalimat Allahu Akbar. “ungkapan-ungkapan seperti “Allahuakbar”, “La ilaha illallah”, ya Rabbi” dan lain-lain, semuanya itu cukup mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan seorang Islam, terlepas dari bagaiman miskinnya pengetahuannya tentang perincian ajaran agamanya.” (A. Rahman Zainudin : 1991).
Sama halnya dengan para pejuang yang jauh hidup antara abad 17-19. Pangeran Diponegoro berjuang dengan motivasi yang kuat dari ajaran agamanya, terutama pasca kepulangannya dari ibadah Haji di Makah dan Madinah.Tuanku Imam Bonjol melawan Belanda sebagai ekspresi semangat pembaharuan Islam yang sedang tumbuh dan begitu juga dengan pejuang lainnya . Dan kiranya ditanyakan kepada mereka semua, ”apakah mereka berjuang agar Indonesia merdeka? Tentu perlu kita sangsikan mana jawaban yang benar karena kita tidak pernah tahu akan seperti apa jawaban yang pasti. Dan perlu pula kita tanyakan “Apakah mereka berjuang semata-mata karena kegiatan ekonomi yang terdesak atau ada sebab lainnya?
Kita tidak tahu jika saja Fatahillah sampai saat ini masih hidup, apakah beliau akan setuju dengan berdirinya bangsa ini. Kita pun tidak tahu jika saja Bapak Indonesia, Haji Oemar Said Cokroaminoto masih hidup sampai saat ini apakah beliau akan setuju dengan pendirian Indonesia ini. Kita akan sulit untuk menjawabnya karena selama ini kita tak menemukan atau tidak berusaha mencarinya. Karena memang sejarah itu tidak hanyasebagai disiplin ilmu murni yang harus bersikap objektif dan sesuai fakta, terdapat pula sejarah ideologi dan warisan yang bisa dikontruksi oleh siapapun yang mempunyai kuasa terhadap pengetahuan. Setidaknya itulah yang dulu dan kini telah terjadi. Sejarah itu selalu berada di tangan penguasa.

SEJARAH TERPUTUS
Melihat sejarah pasca Indonesia merdeka, hal terpenting tentang negara ini ialah mengenai dasar Negara. Negara Indonesia setidaknya pernah mempunyai 2 dasar Negara. Yang pertama ialah Piagam Jakarta, dan ia hanya bertahan satu hari saja yaitu dari tanggal 17 –18 Agustus . Dan yang kedua ialah Pancasila yang berlaku hingga sekarang. Bermula dari proses itu, sejarah yang terputus bisa diidentifikasi.
Perubahan Piagam Jakarta ke Pancasila adalah keterputusan sejarah Indonesia yang pertama. Seperti yang dituliskan sejarah, piagam Jakarta ialah sebuah kesepakatan para pemimpin dan pendiri Indonesia mengenai dasar Negara. Piagam Jakarta disyahkan oleh BPUPKI yang didalamnya terdapat tokoh-tokoh pemimpin bangsa Indonesia pada waktu itu yang terdiri dari perwakilan daerah dan dari berbagai tokoh agama, selain para elit partai politik yang waktu itu ada. Perubahan Piagam Jakarta ke Pancasila didorong oleh desakan atau lebih tepatnya ancaman dari Indonesia bagian Timur yang dinyatakan waktu itu mayoritas beragama Kristen. Mereka menyatakan jika saja tujuh kata pada sila pertama ( dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya) tetap tercantum dalam piagam jakarta, maka Indonesia bagian Timur tidak bersedia untuk bergabung dengan Indonesia. Meskipun Piagam Jakarta itu disetujui oleh perwakilan dari agama Kristen,sehingga saat pengesyahan Piagam Jakarta salah satu anggota BPUPKI yang beragama kristen (AA Maramis) berkata “saya setuju 200 %”. Maka wajr untuk bertanya ”mengapa perwakilan Indonesia bagian Timur menolak Piagam Jakarta, ada apa dibalik itu semua?”
Satu mata rantai sejarah terputus dan peristiwa tersebut (persetujuan penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta) disetujui oleh kalangan pemimpin muslim dengan pertimbangan bahwa Indonesia akan melaksanakan Pemilu pada bulan Januari 1946. Sehingga saat itu beberapa dari tokoh Islam yang menyetujui perubahan piagam jakarta yakin jika Pemilu dilaksanakan pada Januari 1946, pasti rakyat akan memilih partai Islam yang otomatis akan menuangkan kembali ketujuh kata tersebut.
Tapi pemilu tersebut tidak terlaksana karena perang Revolusi sedang terjadi di Indonesia. Hal ini telah memutuskan mata rantai untuk kedua kalinya.
September 1955, Indonesia menyelenggarakan Pemilu yang memilih DPR dan Dewan Konstitunte. Dewan Konstituante adalah sebuah badan yang berfungsi untuk merumuskan dasar Negara dan UUD. Namun, sampai 2 tahun bekerjanya, dewan ini belum bisa merumuskan dasar Negara.
Hingga akhirnya, kondisi tersebut menyebabkan keluarnya Dekrit Presiden 29 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno yang menyatakan kembali ke UUD 1945. Dekrit tersebut dilandasi oleh UU keadaan gawat Negara. Meskipun dalam isi pidato Soekarno mengenai dekrit 5 juli dinyatakan piagam jakarta menjiwai pancasila. Dalam pelaksanaannya piagam jakarta tidak pernah menjiwai apapun selain hanya sebagai lintasan sejarah yang melegitimasi saja. Nasakom mungkin dimaknai Soekarno sebagai ajaran yang dijiwai oleh piagam jakarta. Tapi para pemimpin muslim, itu adalah tindakan pengkhianatan. Itu adalah mata rantai sejarah ketiga yang terputus yang kemudian disusul dengan pembubaran partai Masyumi yang merupakan wadah politik umat Islam. Dan mencuatnya NASAKOM yang didukung oleh 3 partai besar yaitu PNI, PKI dan NU.
Dalam ketatanegaraan Indonesia itu dianggap sebagai dinamika politik. Tapi jika dilihat dari kerangka sejarah yang mana harus ada keterikatan perjuangan antara apa yang dahulu dihendaki oleh para pejuang kemerdekaan (para pejuang sebelum Indonesia berdiri) dan maksud dari para pendiri bangsa mendirikan Bangsa Indonesia ini. Maka kita telah mengalami masa gelap dalam sejarah. Hari ini kita bertanya siapakah pendiri Indonesia itu, apakah ia Soekarno yang mengeluarkan dekrit President.
Seharusnya kita bertanya “mengapa dekrit itu bisa dilegitimasi padahal kita tahu bahwa bangsa ini terkenal dengan sikap musyawarahnya?” Atau sebenarnya itu (sikap mengutamakan musyawarah yang dimiliki bangsa Indonesia) adalah keliru, karena peristiwa dekrit itu telah mengisyaratkan terjadinya pemaksaan atas pendapat dan keputusan bangsa. Dan kiranya itu benar,”pernahkah bangsa ini memutuskan sesuatu yang sangat penting melalui musyawarah? Sebagaimana juga peristiwa perubahan Piagam Jakarta dan Dekrit Presiden 29 Juli 1959 yang tidak melalui musyawarah?”
Sudah 61 tahun bangsa ini berdiri para pendiri bangsa kita sudah wafat dan tak bisa ikut kembali dalam menentukan perjalanan bangsa ini. Pemilu, sebagai penentu perjalanan bangsa ini tak bisa menjadi tolak ukur yang Valid bagi konsensus bangsa. Pemilu 1971 sampai pemilu tahun 1997 telah terjadi banyak penyimpangan. Rakyat dimobilisasi paksa untuk memenuhi keinginan penguasa pada waktu itu. Rakyat ditekan dan diintimidasi, dan rakyat mau tidak mau harus berkehendak dan berkeinginan sesuai dengan kehendak dan keinginan penguasa. Sehingga saat itu sulit untuk menemukan bukti bahwa bangsa ini adalah bangsa yang saling menghormati dan menghargai pendapat.
Lalu pemilu tahun 1999 yang dikatakan sudah JURDIL dan LUBER tak bisa mempresentasikan keinginan para pendiri bangsa ini serta rakyat yang dulunya berjuang untuk memerdekakan Indonesia. Di tahun 1999 rakyat telah melalui transformasi yang sangat hebat. Telah terjadi perubahan nilai akibat dari proses globalisasi dan kemajuan media Informasi yang menyebabkan terjadinya cultural lag, dimana nilai-nilai berubah sedemikian rupa dan sangat tak terkira. Rakyat telah dididik oleh suatu rezim yang memutuskan mata sejarah Indonesia. Sehingga sangat sulit dikatakan bahwa bapak-bapak atau kakek mereka (yang tahun 1999 menconblos) yang dulu berjuang mempunyai suara yang sama seperti anak atau cucunya yang ditahun 1999 mengikuti pemilihan umum.
Hingga akhirnya kitapun harus bertanya
“Siapakah pendiri Indonesia ini?”
Inilah permasalahan paling mendasar bangsa ini. Maka apapun itu ekspresi problem yang mucul (KKN, Mafia Peradilan, Ketidakberpihakan sistem pada rakyat kecil) itu hanyalah masalah akibat. Sedangkan masalah sebabnya, tulisan ini mendefinisikannya sebagai SEJARAH YANG TERPUTUS. Maka siapakah yang akan mengikatnya kembali ? mungkinkah anda?

*ditulis untuk pertemuan Forum Penulis hari Sabtu 18 Desember 2004 di SMAN 1 Tasikmalaya.
Dengan beberapa tambahan tanpa merubah inti dari tulisannya.

Oleh kikam zam


Read More......

Ganti logo Google sesuai Selera anda

Bosan dengan Tampilan Google yang gitu-gitu terus,nie ada tips untuk mengubah halaman google sesuai selera anda contohnya seperti mengubah Google dengan nama anda.langsung aja ya......

1. buka situs http://www.funnylogo.info/create.asp
2. Disitu ada tampilan Step pertama, Step kedua.Nah...pada Step pertama tulis nama
anda atau kata yang anda suka.
3. Step kedua tentukan style yang anda sukai misalnya :Google Style.
4. klik "Create My Search Engine".
5. setelah klik maka sekejap tampilan Google berubah menjadi logo yang kita
inginkan.

Untuk membuat tampilan tersebut menjadi halaman default ketika Anda membuka browser, copy alamat yang tertera pada Address.

Untuk Browser Internet Explorer (IE):
1. Klik menu Tools - Internet Options
2. Pilih tab General, lalu ubah field Home Page dengan alamat tersebut.



Untuk Browser Mozila:
1. Klik menu Tools - Options
2. Pilih tab Main, lalu ubah field Home Page dengan alamat tersebut.
3. Pada field When Firefox starts, pilih settingan Show my home page, lalu klik OK.

Setelah semua langkah dilakukan, Anda bisa mencoba membuka browser dan melihat hasilnya. detikinet.com

Read More......